Identitas Buku
Judul : Isa dalam Sebuah Sajak
Penulis : Alfa Anisa
Tebal Buku : 116 halaman
Tahun Terbit: 2017
Penerbit : Pustaka Kata Jombang
Saya tuliskan ulasan ini atas permintaan dari penulisnya sendiri. Saya pun merasa bahwa terlalu sayang jika buku istimewa ini tak dibuatkan ulasannya.
Alfa Anisa. Saya pertama kali bertemu dengannya dalam acara halal bihalal di rumah sahabat saya dua tahun lalu. Dan saya tak menyangka, di balik sifatnya yang (tidak) pendiam, gadis ini begitu piawai merangkai kata dalam bait-bait puisi. Menerjemahkan segala yang dirasakannya ke dalam bahasa perasaan.
***
Seakan belum puas dengan puisi-puisinya yang telah bertebaran di sejumlah media dan antologi, Alfa baru saja meluncurkan buku antologi puisinya—yang di-klaim sebagai sebuah kado yang terlambat. Bertitel Isa dalam Sebuah Sajak, sebagian besar antologi ini berisi segenap tawa, airmata, temu, pisah, rindu, dan kenangan yang khusus dituliskan Alfa buat seseorang yang saat ini tengah dekat dengannya.
***
Mengapa pada judul ulasan ini ada ungkapan “baper kuadrat”? Ya, karena isi buku ini memang “baper yang bikin baper”. Maksudnya adalah, bahasa perasaan yang bikin bawa perasaan.
Dan itu terbukti, sejak membuka halaman pertama. Pengantarnya saja sudah berhasil melebarkan senyum, sekaligus membuat saya terbawa perasaan. Diikuti rasa penasaran, yang membuat saya tak berhenti membuka lembar-lembar berikutnya. Alfa begitu runut menuliskan semuanya, dari awal jumpa hingga saat ini. Melengkapinya dengan sebab puisi itu tercipta.
Beberapa lokasi pun turut andil “menghidupkan” puisi ini. Mulai dari Perpustakaan Bung Karno, Kampung Cokelat, Candi Gambar Wetan, pantai, hingga sebuah tempat sesederhana halte bus dan stasiun; menjadikan saya seolah berada di tempat-tempat itu dan menyaksikan segala yang tertulis dalam setiap puisi. Ditambah lagi, saya menyukai gaya bahasa Alfa yang sederhana; tak terlalu banyak kiasan, namun pesan dalam puisinya tetap dapat tersampaikan hingga ke hati.
***
Berbicara tentang puisi favorit, hampir seluruh isi buku ini adalah favorit saya. Apalagi saat Alfa menyelipkan sebuah “kejutan” untuk saya lewat puisi Upacara 24. Rupanya itu merupakan gambaran kenangan perayaan ulangtahun saya tahun lalu, yang diwarnai kehadiran sahabat-sahabat saya di FLP Blitar, bersama sebentuk kue tart sedang, nyala lilin, rangkuman doa, dan canda tawa, tentu saja.
Namun, ketika membuka lembar yang memuat Mengenalmu Sebagai Rumah dan membaca dua kalimat di bawahnya, seketika menyentuh hati saya. “Rumah perasaanku adalah kamu. Tempat pulang dan kembali dari segala rindu.”
Begitu pula saat saya merasakan Tiba-Tiba Aku Jatuh Cinta Pada Hari Minggu, yang isinya hampir senada dengan yang saya alami. Bahwa sejak dua tahun lalu, Minggu pukul satu selalu jadi yang saya tunggu, karena di waktu itulah kesempatan saya membebaskan diri sejenak dari rutinitas yang sebabkan jemu.
***
Maka, di sinilah ulasan ini saya usaikan. Bersama eskrim cokelat mete yang melumer, saya ucapkan selamat. Bukan pada Alfa, tapi pada dia, Lelaki yang Dirawat Sepi. Selamat atas Kado yang Terlambat yang hanya ditujukan buatmu ini. Biar saya beritahu satu hal, bahwa kamu beruntung. Kalau boleh saya berpesan, bukan saja untuk Jaga Diri Baik-Baik, tapi juga jagalah ia yang telah mengobati kesepianmu yang hampir menua.
Terimakasih Alfa Anisa, atas diberinya kesempatan untuk saya menuliskan ulasan ini. Maaf jika gaya bahasanya jadi seperti ini. Itu semua bukan sepenuhnya kesalahan saya, tapi juga karena Isa dalam Sebuah Sajak, yang tak hanya membikin baper kuadrat, tapi juga berhasil menularkan virus “puitis-isme” pada saya. Hehehe.
Saya tunggu “kado-kado” selanjutnya. Adakah itu untuk saya? Semoga.[]
Blitar, Maret - April 2017
Adinda RD Kinasih
0 Komentar