-Fitriara
Saya pertama kali bertemu dengannya di event launching buku Antologi Cerpen Jejak-Jejak Kota Kecil. Kala itu, ada sebuah kuis sederhana. Dia berhasil menjawab satu pertanyaan, dan mendapat hadiah sebatang cokelat.
Cokelat itulah yang saya beli beberapa jam sebelumnya, dan memang untuk doorprize. Siapa sangka cokelat itu jatuh ke tangannya.
*
Kemudian, dia pun sempat ikut pula ke acara talkshow bersama Asma Nadia di IAIN Tulungagung. Lalu entah bagaimana, hingga kami bisa sedekat ini sampai sekarang.
Kemudian, dia pun sempat ikut pula ke acara talkshow bersama Asma Nadia di IAIN Tulungagung. Lalu entah bagaimana, hingga kami bisa sedekat ini sampai sekarang.
Bertemu Ara-begitulah gadis ini biasa saya sapa, seperti jadi rutinitas saban akhir pekan. Kadang kami bertandang ke kafe yang baru buka di kota ini. Tapi lebih sering menuju beberapa kafe yang sudah pernah didatangi. Biasanya karena ada promo, atau memang sedang ingin ke sana.
*
Apa yang bisa saya lukiskan tentang seorang Fitriara?
Dia adalah gadis penyuka terang bunga matahari, debur ombak, deras air terjun, teduh pepohonan, juga bianglala. Sepasang matanya selalu bisa menangkap estetika dari sesuatu hal yang mungkin tak menarik bagi orang kebanyakan. Itulah yang membuatnya setia mengabadikan momen dengan ponselnya. Tapi jangan salah. Hasil jepretannya tak kalah apik dengan kamera merek ternama.
Hampir sama dengan saya, dia juga penyuka kata-kata. Tapi, entahlah. Kata-katanya sederhana, namun selalu puitis dan indah dibaca. Dia penggemar Kurniawan Gunadi, Avianti Armand, dan banyak karya penulis lain yang miliki gaya bahasa senada.
*
Dia adalah yang serba tak terduga. Akrab dengan tiba-tiba. Suatu kali muncul di teras rumah dengan senyum lebar. Lalu pada saat yang lain, tiba-tiba menghilang tak berkabar. Padahal sudah tahu, jika saya pasti akan panik dan mencarinya.
Tiba-tiba memberi bingkisan kecil. Tiba-tiba buatkan saya banyak video. Tiba-tiba banyak memfoto saya diam-diam.
*
Di balik tawa ceria dan tingkah kocaknya, dia pun pernah ada di titik terendah. Perihal kembali bangkit dan obati rasa sakit, itu soal waktu. Tapi bagi saya, dia sudah jauh lebih kuat kini.
Terimakasih untuk telah mengajarkan banyak makna dari perjalanan hidupmu. Terimakasih untuk masih di sini. Terimakasih untuk kerap membonceng saya ke mana-mana. Terimakasih masih sabar menghadapi saya dengan segala tingkah laku yang absurd ini, hahaha...
Tetaplah menjadi kamu, Fitriara. Doa saya selalu ada untukmu. Dan saya rindu.[]
19 Nopember 2019
Adinda RD Kinasih
loading...
1 Komentar
Huhuhuuuu, Mbafit :"))))
BalasHapus