Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban....
Malang kala senja, jelang Maghrib berkumandang.
Nyala merah sang mentari tak nampak, sebab Tuhan beri warna kelabu pada awan. Rintik hingga gerimis pun berderai sebentar; dan membawa kenang berlembar-lembar.
Malang kala senja, saat jalanan mulai lengang. Gedung Balai Kota makin jauh di belakang, lambaikan tangan diiringi hujan berjejak rindu.
Beberapa jam lalu, saat diri duduk menunggu. Di bawah kursi ada yang tidur pulas; sang kucing abu.
Ada pula sang Matahari, yang menyala merah di tengah langit kelabu.
Bukan tanda pisah, justru pertemuan jadi hal paling ditunggu. Menuju Malang adalah pulang, sama seperti dulu.
Laju mobil makin jauh sudah. Rindu itu pun mulai penuh, berjejal, tak muat, hingga tumpah ruah.
Dari masjid ke masjid, lantunan ayat yang sama menggema bersahutan.
Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban, nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kau dustakan?
Perjumpaan dengan kota ini, salah satu nikmat paling megah. Rasa syukur membuncah, rindu pun tak kenal musnah.[]
Malang, 1 Desember 2024
0 Komentar